Senin, 30 November 2009

'Sesuatu....'

Sesuatu yang terlalu disayang,akan mudah hilang.
Sesuatu yang terlalu dibenci akan slalu dinanti.
Sesuatu tak terpeduli mungkin itu yang dicari.
Sesuatu yang terlalu dimanja akan menjadi petaka.
Sesuatu yang disanjung siapa tahu itu batu sandung.
Terlalu.....
Sungguh....





Sabtu, 28 November 2009

Secuil Ceritaku ('Apa itu Ronde???')




Berikut ada sedikit kenangan ku di waktu aku masih mulai mengenal dunia. Mungkin di antara koloni kita semua mengenal apa yang di maksud dengan "wedang ronde", yups.. sejenis minuman yang di buat dari bahan utama air tentunya. (hehe..). Minuman ini ter buat dari campuran utama rasa jahe, terus buat isi lainnya aku belum begitu familiar.. maklum jarang ke dapur (hehe..), bukan cuma air saja minuman ini juga ada isinya, maksudnya pernak-pernik gitu.. (hehe..). Mungkin bagi koloni yang belum pernah tau akan aku jelaskan sedikit bentuk pernak-pernik itu, bentuknya bulet-bulet trus dalemnya ada cairan gula merah yang meleleh (hampir mirip kayak klepon.. tau???). Biasanya juga di lengkapi dengan pernak lain kayak, kacang tanah goreng.. ( tapi tanahnya g ikut lho...^^).

Jumat, 13 November 2009

Pondok Gubuk 13 ( Setetes Fatamorgana)


Pondok kamipun lama-lama mulai menjauh, masih terlihat lambaian kecil Ibu yang melepaskan kepergian anaknya di pesantren baru. Kami bertiga jalan terseok-seok karena kepanasan, walaupun jam masih menunjukkan pukul setengah 7. Inilah kenyataan, beberapa tahun menikmati mobil mewah milik ayah, kini hanya kekuatan kaki yang harus kami gunakan untuk menyusuri setapak demi setapak jalanan ini. Jarum jam terus merangkak naik, butuh waktu 15 menit buat aku dan kedua adikku sampai di sekolah baru kami. Di seberang jalan terpampang gerbang tinggi tapi kesan tuanya masih tetap terasa. Sepi, itulah kesan pertama yang mungkin bisa mendeskripsikan sekolah negeri itu. Aku dan kedua adikku saling berpandangan, tanpa pikir panjang, kaki-kaki lemas kami, dipaksa bangkit dan berusaha balapan dengan waktu. Gerbang terlewati dengan begitu saja, buru-buru kami masuk. Di benak kami bertiga, mungkinkah keterlambatan yang mengawalinya. Sampai di lapangan upacara yang belum diubin itu, kami menekan rem kuat-kuat. Sambil merunduk seperti orang ruku' saat sholat, ku tarik napasku yang ngos-ngosan. Memandang sekeliling, terlihat pemandangan yang membuat kami bertiga tercengang, enam ruang kelas berjajar rapi di depan kami, di tengahnya terdapat gang yang memisahkan kelas menjadi dua. Atapnya dari seng, bisa ku bayangkan saat hujan pasti suara genderang akan bertalu-talu, tembok monoton yang sering sekali ku temui di kebanyakan rumah, putih tapi tak berwujud warna aslinya bahkan cenderung mengarah ke warna coklat. Gorong-gorong kecil menghiasinya, sehingga menimbulkan pola baru pada dinding itu. Tak sampai di situ, tempat kami berdiri layaknya padang pasir yang panas, sisi depan kami berdiri dengan kokohnya tiang bendera dari bambu tua yang diujungnya terkibar dengan gagahnya sang merah putih walau warna putih dan merahnya bernasib sama dengan tembok ruang kelas baru kami.

Plurk