Bunyi besi itu perlahan-lahan mulai tak terdengar, itu berarti penjaga sekkolah baruku, Pak Ankry sudah selesai mengerjai lonceng itu. Penjaga sekolah yang memiliki paras amarah yang sangat mencolok, penuturan Gugum membuatku bisa menyimpulkan bahkan beliau termasuk orang yang tak suka bercanda apalagi main-main, suatu ketika beliau pernah menghukum seorang siswa karena meludah di sembarang tempat bisa ku bayangkan betapa amat pedulinya orang ini kepada kebersihan. Apa yang harus aku simpulkan selanjutnya,disiplin atau otoriter??
Gugum terus saja mengudarakan ceritanya mirip dengan penyiar radio butut di rumah nenekku. Diselingi dengan suara petirnya yang menggema di ruangan. SOrak-sorai teman sekelasku terus menggema, tak terlihat oleh ku disisi pojo belakang paling utara duduk termenung seorang gadis yang termenung sendiri, baju seragamnya putih seputih kulit mulusnya, rambut panjangnya sehitam arang, tapi dia memalingkan wajahnya ke arah berbeda menghadap jendela rapuh berkaca retak. Tiba-tiba saja seakan aku tepanggil untuk mendekatinya, rambut panjangnya mengibas-ibas memanggilku. Tanpa sadar ku langkahkan kakiku menghampirinya. Gugum disampingku teus memanggil sambil terus bertanya, tapi tak terdengar suara gumlegarnya. Semakin mendekat diriku menghampirinya, dan finish pun bisa aku raih, namun sampai di finish aku malah bingun hadiah apa yang akan ku lakukan dengan hadiahnya. Aku kini tak dapat mengeluarkan kata-kataku,untungnya dia masih memalingkan wajahnya ke arah jendela. Entah karena apa si rambut panjang memalingkan wajahnya, seberkas cahaya seakan mengiringi palingan wajah itu, tak bisa aku jelaskan bagaimana wujud sang Hawa itu.Satu yang bisa aku simpulkan dia lain. Kata lain itulah yang pertama kali mendeskripsikan wujudnya, tak lama hembusan suara merdu mencoba menyeruak masuk ke telinggaku,
" Bisa saya bantu??" sang Hawa seakan melantunkan puisi indahnya.
Aku mulai gaguk, suaraku tak bisa diajak kompromi untuk mengucapkan sepatah kata saja,
" Nggak ada apa-apa..!! "tiba-tiba saja meluncur kata-kata itu dari mulutku, diikuti senyum pahit yang berbuah malu. Tanpa minta ijin aku nyelonong saja meninggalkannya.
Di sertai suasana yang mendadak sehening keremangan malam. Guru pertamaku menampakkan wujudnya.
Mungkinkah semua berjalan lancar????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar